Menelisik Keberadaan Perempuan TQN PPS SURYALAYA-SIRNARASA

MENELISIK KEBERADAAN PEREMPUAN

TQN PPS SURYALAYA-SIRNARASA,

Pernyataan Ajidarma yang membicarakan keberadaan, dengan menyatakan bahwa Dasein adalah ada yang mampu mempertanyakan adanya. Dasein disifatkan sebagai eksistensi. Esensi dari Dasein terletak pada eksistensinya. Makna eksistensi bukan hanya ada tapi berada dengan eksistensinya. Menggunakan konsep Ajidarma ini, dalam konteks mempertanyakan keberadaan, perlu sebuah reinterpretasi tentang keberadaan perempuan didalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa. Tentu saja untuk mengetahui eksistensi tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang yang dipengaruhi oleh nilai dan dogma yang berkembang ditengah komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa itu sendiri, Pertama, pandangan kaum laki-laki terhadap keberadaan perempuan TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa, dan Kedua, pandangan perempuan terhadap keberadaan dirinya sendiri.

Bagaimana laki-laki memandang perempuan dalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa? Ada berbagai pandangan, tentu didasarkan pada paradigma dan kepentingan tiap individu laki laki yang berpendapat itu sendiri, dalam tulisan ini saya ingin mendasarkan pandangan tersebut pada sikap dan pandangan laki-laki terhadap keberadaan perempuan dalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa.

Setelah penulis melakukan cek and ricek dengan cara ikut berpartipasi langsung dalam kegiatan manakib pusat yang diselenggarakan setiap tanggal sepuluh hijriyah, yang bertempat di Pesantren Sirnarasa, dan kemudian melakukan wawancara kepada sebagian orang yang terlibat pada acara manakib tersebut, penulis dapat melihat dan menyimpulkan secara, umum laki-laki memandang perempuan dapat dikategorikan sebagai berikut, Pertama, untuk kalangan akademisi termasuk para inohong dijajaran TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa, para wakil talqin, para kyai, mereka cenderung memposisikan wanita sebagai individu setara dengan laki-laki, walaupun dalam beberapa substansi tetap kembali pada asumsi awal bahwa perempuan adalah bagian laki-laki sehingga wujud akhirnya tetap merupakan subordinasi dari laki-laki terutama dalam hal-hal menyangkut eksistensi sebuah ajaran, misalnya dalam acara manakib, perempuan tidak diberi panggung, mereka hanya sebagai mustami’ atau mempersiapkan makanan bagi orang oarng yang ikut makanib, atau bahkan hanya sebagai pelengkap saja datang manakib kemudian berbaur ada yang selfi selfi, ada yang jualan ada juga yang pamer kostum, hee tapi insyaalloh dapat pahala semuanya, setidaknya datang ke majlis manakib (taman Surga). Kedua, kalangan pengikut thariqoh yang menempatkan perempuan pada posisi pragmatis, perempuan di posisikan sebagai pihak yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan apapun juga. Dalam konteks ini kesan yang muncul, perempuan akhirnya tidak dapat menentukan keberadaan dirinya sendiri dalam kalangan laki-laki, kecuali bagaimana laki-laki mengekspresikan keberadaan dirinya (perempuan), pada wilayah tersebutlah perempuan berada.

Pandangan perempuan terhadap dirinya sendiri dalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa secara sadar mereka mengakui dominasi laki-laki terhadap keberadaan dirinya, dengan menunjukan kepasrahan dan ketaatan kepada apa yang telah dikonstruksi oleh budaya komunitas yang menempatkan perempuan sebagai bagian subordinasi laki-laki. Selain karena kekurangan sumberdaya, kebanyakan para perempuan tidak cukup berani untuk melakukan lompatan-lompatan pemikiran yang berwujud pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dalam kegiatan kegiatan komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa. Dan atau karena kaum perempuan belum diberi panggung oleh pihak yang berwenang dalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa khususnya dalam kegiatan manakib.

Rata-rata perempuan cukup puas dengan posisi dan peran yang dimilikinya saat ini di komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa, meskipun terdapat satu atau dua orang perempuan yang menyuarakan perlunya mereka melakukan terobosan-terobosan dalam aspek pengamalan ajaran thariqoh yang selama ini didominasi laki-laki, meskipun sesungguhnya bisa juga diperankan oleh perempuan. Tentu saja pandangan seperti ini merupakan percikan kecil dari banyaknya semangat emansipasi yang di hembuskan oleh kaum perempuan TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa ditengah besarnya kobaran kepasrahan terhadap keadaan yang mewarnai keberadaan perempuan dikomunitas TQN Suryalaya-Sirnarasa.

Berdasarkan berbagai deskripsi dan analisis diatas, kalau boleh penulis ramalkan masa depan perempuan khususnya eksistensi mereka dalam komunitas TQN Suryalaya-Sirnarasa adalah sesuatu hal yang mustahil, karena begitu kompleks dan rumitnya keadaan dan kebutuhan perempuan itu sendiri.

Melihat realitas tersebut, tentu usaha keras untuk membangun sebuah konsep baru tentang pentingnya perempuan diberi ruang yang cukup besar dalam komunitas TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa. Demikian sekelumit tulisan tentang perempuan TQN PPS Suryalaya-Sirnarasa.